Tampilkan postingan dengan label Sumatra barat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sumatra barat. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Februari 2012

Jam Gadang (Gadang=Besar)

Jam Gadang adalah nama untuk sebuah menara jam yang terletak di jantung kota Bukittinggi, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Masayarakat setempat menamakannya "Jam Gadang" (bahasa Minang), oleh karena menara jam ini memiliki 4 buah jam dengan ukuran yang besar; dimana "gadang" dalam bahasa Indonesia memiliki arti "besar".
Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh seorang arsitek bernama Yazin dan Sutan Gigi Ameh. Jam Gadang ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, Controleur atau sekretaris kota Bukittinggi pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Peletakan batu pertama menara jam ini dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berumur 6 tahun.

Sedemikian fenomenalnya, sejak dibangun dan sejak berdirinya, Jam Gadang telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang dijadikan sebagai penanda atau markah tanah kota Bukittinggi dan juga sebagai salah satu ikon provinsi Sumatera Barat.

Pembangunan Jam Gadang konon menghabiskan biaya pembangunan dengan total sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Namun hal itu terbayar dengan terkenalnya Jam Gadang sebagai markah tanah yang sekaligus juga menjadi ikon kota Bukittinggi. Selain itu, Jam Gadang juga ditetapkan sebagai titik nol kota Bukittinggi.



Rumah Gadang Sumatra Barat






Anjungan Sumatera Barat menampilkan lima bangunan adat: rumah besar (rumah gadang), balai adat (balairung), lumbung padi (rangkiang) dan surau, semuanya rumah adat Minangkabau; serta rumah adat Mentawai. Selain itu, terdapat bangunan pendukung, yakni rumah untuk kantor, kantin, dan panggung pertunjukan (medan nan bapeneh) tempat menggelar berbagai seni daerah pada hari Minggu dan hari libur.

Rumah gadang adalah rumah besar sebagai tempat tinggal keluarga dengan seluruh aspek adat istiadatnya. Di Minangkabau, rumah gadang bukan milik perseorangan tetapi milik keluarga luas kesukuan. Karena orang Minangkabau menganut matrilineal, rumah gadang ditempati seorang wanita dengan kepala keluarga saudara laki-laki dari ibu (mamak tungganal). Pria yang belum kawin tak boleh tidur di rumah gadang, melainkan di surau karena dibiasakan sejak kecil.

Bentuk dasar rumah gadang adalah empat persegi panjang, berupa rumah panggung, sering disebut rumah bagonjong karena memiliki bentuk atap yang melengkung ke atas dengan ujung runcing mirip bentuk tanduk kerbau. Bentuk dinding yang membesar ke atas, disebut silek, untuk menghindari tampias di kala hujan. Tangga untuk menuju ke pintu terletak di depan rumah dan beratap. Rumah gadang dibagi menjadi beberapa kamar (bilik), biasanya berjumlah ganjil.

Rumah gadang di Anjungan Sumatera Barat memiliki sembilan ruang yang ditandai oleh jajaran tiang di tengahnya sebagai tanda pembatas karena tidak memiliki bilik. Rumah ini difungsikan sebagai ruang peragaan dan pameran. Benda-benda yang dipamerkan berupa pelaminan, barang hasil kerajinan, alat pertanian, alat musik tradisional—di antaranya talempong, genta, kain tenun Silungkang, serta pakaian adat tiap kabupaten yang disajikan dengan peraga manekin. Kolong rumah digunakan untuk penjualan berbagai cenderamata hasil kerajinan tangan, antara lain kain songket Silungkang, pernik-pernik, lukisan, dan aneka busana jadi.

Balairung merupakan tempat pertemuan tetua adat (penghulu) untuk membicarakan permasalahan di desa (nagari). Pada dasarnya, balairung sama dengan rumah gadang, memiliki dua model berbeda, yakni model Budi Chaniago dan Koto Piliang. Balairung merupakan ruang terbuka, terkadang tanpa dinding sama sekali. Bagian ujung disediakan untuk penghulu peunak, yang dituakan. Balairung di anjungan ini digunakan sebagai tempat pertemuan, pameran, dan pergelaran seni daerah Minangkabau.

Semua bangunan adat di atas memiliki hiasan aneka ragam ukir-ukiran: ukiran datar, pahat, tembus, dan ukiran bakar; kebanyakan motif tumbuh-tumbuhan, bunga, dan satwa dengan warna dominan merah, kuning, hitam, dan biru; berfungsi keindahan dan mengandung ajaran adat Minangkabau.
Anjungan Sumatera Barat memiliki sanggar tari untuk memberikan pendidikan dan pelatihan, terutama tari dan musik tambur, bagi anak-anak dan para remaja.
dokumen Petualangan Veri-di Sumatra Barat 2006

Rabu, 28 Desember 2011

PMBC ke Gunung Sago

Mengisi liburan natal dan tahun Baru Komunitas Sepeda Gunung Perawang, Riau, PMBC(Perawang mountain Bike Club) mengadakan gowes bareng ke Gunung Sago Sumatra barat. PMBC Crew


















Rabu, 24 Agustus 2011

Petualangan Veri ke Jam gadang Bukit Tinggi


Jam Gadang

Konon, Goa Jepang ini masih berhubungan dengan jalan yang menuju Jam Gadang. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun.
Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun.
Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota). Dulu, jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan di masa Belanda, dan berbentuk klenteng pada masa Jepang. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat Minangkabau.
Ukuran diameter jam ini adalah 80 cm, dengan denah dasar 13x4 meter sedangkan tingginya 26 meter. Pembangunan Jam Gadang konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 Gulden ini, akhirnya menjadi landmark atau lambang dari kota Bukittinggi.
Ada keunikan dari angka-angka romawi pada Jam Gadang ini. Bila penulisan huruf romawi biasanya pada angka enam adalah VI, angka tujuh adalah VII dan angka delapan adalah VIII, maka pada angka empat adalah IIII. Entah mengapa angka empat tak dilambangkan dengan IV. Tidak disengaja atau agar bisa membedakan dengan angka enam yang berupa VI? Entahlah.
”Kabarnya ada korban saat pendirian jam ini. Angka empat yang dibuat dalam bentuk angka satu romawi yang berderet dimaksudkan untuk jumlah tumbal itu,” jelas Iben, seorang pemandu yang juga berdarah Sumatera Barat. Agak sumir juga keterangan itu, karena bukankah jam itu sudah dibuat dari negeri Paman Sam sana, sedangkan korban atau tumbal baru terjadi setelah pendirian Jam Gadangnya? Berbagai Sumber... [Pv]

Petualangan Veri ke Lembah Harau, Payakumbuh



Taman Nasional Lembah Harau

Luar biasa. Demikian ungkapan yang terlontar bila Anda baru kali pertama mengunjungi Lembah Harau. Betapa tidak, di lokasi ini terdapat tiga air terjun deras yang bermuara pada satu kolam alam besar. Tak hanya itu, tempat ini juga dikelilingi pemandangan alam yang berasal dari perbukitan di daerah tersebut. Indah untuk dilukiskan. Pendek kata, Anda akan menyesal bila suatu saat datang ke Tanah Minangkabau, tanpa mampir ke tempat ini.

Lembah Harau terletak di Kabupaten Lima Puluh Koto, sekitar 15 kilometer dari Payakumbuh atau 47 km timur laut Bukittinggi, Sumatra Barat. Lokasi ini mudah dijangkau dengan kendaraan umum. Di samping itu, perjalanan menuju jurang besar dengan diameter mencapai 400 meter ini juga menyenangkan. Selama perjalanan, Anda dapat tebing-tebing granit unik yang menjulang pada ketinggian antara 80 sampai 300 meter. Pokoknya, Anda pasti akan menemukan banyak keindahan yang memukau sepanjang jalan.

Tempat ini memang sudah lama menjadi perhatian orang. Sebuah monumen peninggalan Belanda yang terletak di kaki air terjun Sarasah Bunta menjadi bukti kalau lembah ini sudah sering dikunjungi sejak 1926. Selain keindahan alam tadi, keelokan lain masih betebaran di sekitar Lembah Harau. Di dataran tingginya, Anda bisa menemukan cagar alam dan suaka margasatwa seluas 270,5 hektare.

Di cagar alam tersebut, banyak terdapat berbagai spesies tanaman hutan hujan tropis. Daerah ini juga dilindungi sejumlah binatang langka asli Sumatra. Monyet ekor panjang, misalnya. Selain primata jenis Maccaca Fascicularis itu, bila beruntung, Anda juga bisa menyaksikan harimau Sumatra, beruang, tapir, dan landak. Memang, Lembah Harau menjadi obyek wisata andalan di Kabupaten Lima Puluh Koto.

Petualangan Veri ke Istano Pagaruyung

Istano Pagaruyung

Sumatra barat, 21/10/2008 Istana Pagaruyung Merupakan perkuburan raja-raja Pagaruyung. Didekat tempat terdapat pula sebuah batu yang disebut batu pancar matoari sebagai lambang Aditiawarman (aditya = matahari). Konon dibatu ini pula Aditiawarman menemui ajalnya setelah dipancung dalam sebuah pertempuran.
Istano Pagaruyung di Padang Siminyak merupakan bangunan baru yang dibangun untuk mencerminkan bahwa satusan tahun lalu di daerah itu terdapat sebuah kerajaan.
Istano/Rumah Gadang Silinduang Bulan di Balai Janggo Pagaruyung. Merupakan bangunan baru yang dibangun sebagai pengganti istana yang terbakar puluhan tahun sebelumnya. Disini tersimpan benda-benda peninggalan serta silsilah raja-raja kerajaan Pagaruyung hingga keturunanya sekarang.

Mengunjungi Istana Pagaruyung Anda seakan diajak untuk menelusuri jejak sejarah masyarakat Minang. Di dalam istana ini dapat dilihat benda-benda peninggalan sejarah. Dan dari situlah Anda bisa mempelajari sejarah mereka, dari politik hingga budaya.
Istana Pagaruyung dibangun oleh keluarga kerajaan Pagaruyung di Batusangkar yang mempunyai ciri khas Minangkabau.

Di dalam istana terdapat barang-barang peninggalan kerajaan yang masih terpelihara dengan baik. Di sekitar istana ini kita dapat menikmati keindahan alam dengan udara yang sejuk.
Terletak di Kecamatan Tanjung Emas, Kota Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Pagaruyung adalah lokasi kediaman Raja Minangkabau sebagai pusat pemerintahan yang pada abad ke-14 merupakan diungsikan dari sungai Batanghari. Di beberapa tempat di daerah ini terdapat prasasti kuno seperti batu batikan Lima Kaum. Pada batu ini terdapat lobang bekas kena tikam sebagai tanda ikrar dua orang pemimpin adat dan suku yang akan saling menghomati adat dan suku masing-masing dan hidup berdampingan secara rukun.
Istana Pagaruyung, tempat Pangeran Adityawarman pernah bertahta, berbentuk Rumah Gadang dengan arsitektur tradisional Minangkabau. Istana ini merupakan replika dari istana aslinya yang musnah terbakar. Pembangunannya dilakukan pada 1976 di atas sebidang tanah yang diwakafkan oleh keturunan keluarga kerajaan Pagaruyung.
Pada dinding luarnya dipenuhi ukiran kayu khas Ranah Minang dan atapnya menjulang berbentuk tanduk kerbau. Dinding bagian samping dan belakang terbuat dari kulit ruyung atau buluh betung.
Kehadiran istana ini merupakan wujud dari keinginan masyarakat Minangkabau bahwa di daerah mereka pernah berdiri sebuah kerajaan. Letaknya hanya 5 km dari pusat kota Batusangkar dan 50 km dari Bukittinggi. Lokasinya mudah dicapai dari kota-kota di Sumatera Barat

Petualangan Veri ke Ngarai Sianok

Sumatra barat 20/10/2008,Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam yang terletak di jantung kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Ngarai Sianok memiliki pemandangan yang indah.

Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m. Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau - hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) - yang dialiri Sungai Sianok yang airnya jernih. Di jaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, lantaran banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.

Petualangan Veri ke Goa Jepang Bukit Tinggi - Sumatera Barat

Goa Jepang Bukit Tinggi - Sumatera Barat

Ketika mengunjungi bukit tinggi, tidak lengkap rasanya jika anda tidak mencoba untuk menelusuri goa peninggalan jepang ini. Lobang (lubang) jepang merupakan bunker peninggalan jaman jepang menduduki nusantara. Gua yang menjadi basis pertahanan jepang pada saat perang dunia II dan perang asia timur raya (1942). Lubang jepang ini terletak di bukit sihanok bukit tinggi.

Lobang Jepang Bukit tinggi mempunyai 3 pintu utama (jalan Ngarai Sihanok, komplek taman Panorama dan di samping istana Bung Hatta) dan 6 pintu darurat. Namun saat ini, hanya pintu masuk di taman panorama yang digunakan sebagai pintu masuk para pengunjung sedangkan pintu-pintu lainnya ditutup. Gua buatan ini mempunyai panjang sekitar 1,5 kilometer namun sekarang banyak yang ditutup demi alasan keamanan sehingga tinggal 750 meter.

Suasana di dalam lobang jepang terasa sejuk. Dengan penerangan lampu neon di beberapa titik memunculkan suasana mistis di dalamnya. Konon menurut pemandu wisata lobang (lubang/goa) jepang, ada satu ruangan tahanan yang sekaligus berfungsi sebagai ruang penyiksaan. Salah satu kekejaman tentara jepang adalah pembunuhan tahanan dengan cara dicincang. Tidak sampai di situ, tubuh yang sudah terpotong-potong itu kemudian disiram dengan air panas dan garam untuk memastikan jasad itu sudah tak bernyawa lagi. Aura mistis inilah yang kemudian mengundang salah satu stasiun swasta nasional untuk menggunakan area ruang tahanan di goa jepang bukit tinggi ini untuk acaea uji nyali.

Terlepas itu semua, lobang jepang yang mempunyai beberapa ruangan yang digunakan sebagai ruang amunisi, ruang rapat, ruang tahanan, ruang tidur, ruang bagi pekerja romusha membengkitkan ketakjuban akan masa lalu pada proses pembuatannya. Goa jepang mempunyai tinggi 3 m, lebar 2 meter ini mengalami renovasi berupa pengerasan dinding oleh pemerintah kota bukit tinggi.

Jadi, ketika anda berwisata ke bukit tinggi, objek wisata ini jangan sampai terlewatkan. Lokasi yang di tengah kota memudahkan akses para wisatawan. Nak turun tangga yang menjadi jalan untuk masuk goa jepang memang melelahkan (128 anak tangga). Namun semuanya akan terbayar dengan apa yang tersaji di dalamnya. Kemajuan arsitektur, suasana sejuk sampai aura mistis akan membayar lunas tenaga yang telah terbuang. Di tambah lagi dengan teduhnya taman panorama dan ngarai sihanok yang terpamapang mempesona. Sungguh sebuah pengalaman berwisata yang takkan pernah anda lupakan.

Petualangan Veri ke Danau Singkarak


Danau Singkarak berada di dua kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia, yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar.

Danau ini memiliki luas 107,8 km² dan merupakan danau terluas ke-2 di pulau Sumatera. Danau ini merupakan hulu Batang Ombilin. Namun sebahagian air danau ini dialirkan melalui terowongan menembus Bukit Barisan ke Batang Anai untuk menggerakkan generator PLTA Singkarak di dekat Lubuk Alung, kabupaten Padang Pariaman.

Secara letak geografis Danau Singkarak berada pada letak geografis koordinat 0, 36 derajat Lintang Selatan (LS) dan 100,3 Bujur Timur (BT) dengan ketinggian 363,5 meter diatas permukaan laut (mdpl).Luas permukaan air Danau Singkarak mencapai 11.200 hektar dengan panjang maksimum 20 kilometer dan lebar 6,5 kilometer dan kedalaman 268 meter. Danau ini memiliki daerah aliran air sepanjang 1.076 kilometer dengan curah hujan 82 hingga 252 melimeter per bulan.

Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan spesies ikan yang diperkirakan hanya hidup di danau ini, dan menjadi salah satu makanan khas. Penelitian para ahli mengungkapkan 19 spesies ikan perairan air tawar hidup di habitat Danau Singkarak, Kabupaten Solok dan Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar), dengan ketersediaan bahan makanannya yang terbatas.

Dari 19 spesies itu, tiga spesies di antaranya memiliki populasi kepadatan tinggi, yakni ikan Bilih/Biko (Mystacoleusus padangensis Blkr), Asang/Nilem (Osteochilus brachmoides) dan Rinuak. Spesies ikan lainnya yang hidup di Danau Singkarak adalah, Turiak/turiq (Cyclocheilichthys de Zwani), Lelan/Nillem (Osteochilis vittatus), Sasau/Barau (Hampala mocrolepidota) dan Gariang/Tor (Tor tambroides).

Kemudian, spesies ikan Kapiek (Puntius shwanefeldi) dan Balinka/Belingkah (Puntius Belinka), Baung (Macrones planiceps), Kalang (Clarias batrachus), Jabuih/Buntal (Tetradon mappa), Kalai/Gurami (Osphronemus gurami lac) dan Puyu/Betok (Anabas testudeneus).

Selanjutnya, spesies ikan Sapek/Sepat (Trichogaster trichopterus), Tilan (mastacembelus unicolor), Jumpo/Gabus (Chana striatus), Kiuang/Gabus (Chana pleurothalmus) dan Mujaie/Mujair (Tilapia pleurothalmus).

Dengan hanya ada 19 spesies ikan yang hidup di Danau Singkarak menunjukkan keanekaragaman ikan di tempat itu tidak telalu tinggi. Kondisi mesogotrofik Danau Singkarak yang menyebabkan daya dukung habitat ini untuk perkembangan dan pertumbuhan organisme air seperti plankton dan betos, sangat terbatas.Dari beberapa kali penelitian menunjukan populasi plankton dan betos di Danau Singkarak sangat rendah.Padahal komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis dari terbentuknya suatu mata rantai makanan dan memegang peranan sangat penting dalam suatu ekosistem danau.Kondisi tersebut, menyebabkan sumber nutrisi utama ikan secara alamiah umumnya adalah berbagai jenis plankton dan bentos [pV]

Selasa, 17 Mei 2011

Jelajah Sumatra Barat Bersama PMBC dan CMBC




























Gunung Singgalang terletak di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat, pesona alamnya yang indah membuat hati ingin kesana. Bagi anda pecinta alam, gunung singgalang salah satu tempatnya. Sebagai panduan bagi anda yang baru pertama kali kesana, ada beberapa pintu masuk ke Gunung Singgalang. Yang pertama lewat Koto Baru tepatnya di pemancar RCTI Pandai Sikek, yang kedua lewat Balingka Desa Panambatan, yang ketiga lewat Toboh ( Malalak ). Masing-masingnya membutuhkan waktu yang berbeda sekali. Kalau kepengin sampai ke atas gunung singgalang pakailah lewat pintu pertama yaitu Koto Baru. Suhu Udara di Gunung Singgalang tidak dapat dipastikan alias sulit ditebak. Untuk itu anda perlu persiapan yang sangat matang dan jangan terburu-buru

Rabu, 26 Januari 2011

Jelajah Danau Maninjau

Da

Awalnya hanya modal nekat saja. Pada tahun 2007 aku jelajah sudah sampai daerah Bukit Tinggi, dan mengunjungi di kawasan ngarai Sianok. Mencoba bertanya orang-orang sekitar. Kebetulan di bawah ngarai Sianok ada pemukiman dan banyak orang berkumpul. " Permisi bang, numpang tanya, kalo lurus terus sampai dimana ya??". "O...wh, kalo lurus sampai Danau Maninjau dan Puncak Lawang", Katanya. "Abang kalo ke sana butuh waktu 45 menit naik sepeda motor" tambahnya. Akhirnya, aku harus kembali ke atas (bukit Tinggi-Kota). Penasaran juga aku kesana. Tepatnya 30 Desember 2008, aku mencoba kesana. Penjelajahan ini saya ditemani bikers dari perawang. Dari Perawang (Riau) ke bukit Tinggi (Sumatra barat) naik Bus 3/4 yang bernama (Tabek Biru). Sampai di bukit tinggi, pukul 05.00 pada tanggal 31 Desember 2008 . Bersama temen aku makan dengan lontng sayur. Kemudian aku beraktivitas kembali meskipun mata masih ngantuk. Aku bergegas dan meniti jejak menuju Danau Maninjau. Tanjakan-demi tanjakan di ngarai Sianok cukup membuat aku capek. tapi Aku dengan sabar, pelan tapi pasti dan berusaha tidak turun dari sepeda Cozmicku, dan usahaku berhasil. Lain dengan temanku, yang tak sangup meniti jalan yang menanjak. Aku kayuh dengan sepedaku menuju Puncak Lawang membutuhkan waktu sekitar 3 jam karena harus menunggu temen baru dari Perawang. Setelah sampai di puncak lawang, aku melihat danau maninjau dari atas. Begitu indah, dan menawan. Aku menemani turun minum. Sebenarnya, aku ingin sekali melanjutkan perjalananku untuk menuruni kelok 44. Usai turun minum, perjalanan kembali dilanjutkan dengan menuruni kelok 44. Prinsip ku turunan tanpa rem. Di tikungan yang ke 23 ada bus mencoba naik dan mau menabrak. Untung saja reflek ku main.. aku banting kiri dan belok dengan kemiringan yang tajam... " wah.. kaya main freeride" dalam batinku. Akhirnya sampai juga di bawah. Senangnya dan Puas... tahun Baruan di Danau Maninjau menjadi kenangan..
Saatnya Pulang.
Aku dan temanku pulang jam 3 Sore, dan mencoba naik di kolok 44. Sampai di kelok 7, temenku tak sanggup lagi dengan wajah yang pucat. "Mas, kalo nggak kuat nanti mas-nya naik mobil saja.." kataku. Temenku pun menyanggupinya tapi harus ditemani. Ngobrol sambil mencari mobil pick up. akhirnya mobil yang di tunggu datang walaupun mengantarnya sampai di kelok 27. "Udah lumayan mas, tinggal 17 kelok lagi.." kataku. dan aku menyarankan agar kalo nyepeda jangan ngoyo.. pelan stabil saja. Kalo didorang malah tambah berat. akhirnya dia melakukan sesuai saran saya. dan 17 kelok pun di lahapnya.
Sampai puncak lemes lagi... tenagaku masih 80% karena aku lakukan goes dengan stabil..
Sampai dibukit tinggi tak menyangka sampai jam 7 malam. Kemudian bobo. Pagi harinya kembali ke perawang.