Tampilkan postingan dengan label Sumatra Utara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sumatra Utara. Tampilkan semua postingan

Selasa, 06 Agustus 2013

Nias



Nīas (Indonesian: Pulau Nias, Nias language: Tanö Niha) is an island off the western coast of Sumatra, Indonesia. Nias (Kepulauan Nias) is also the name of the archipelago, including the small Hinako Islands.


Isolated yet worldly, the Nias Island chain has been trading since prehistory with other cultures, other islands, and even mainland Asia. Some historians and archaeologists have cited the local culture as one of the few remaining Megalithic cultures in existence today. While this point of view is hotly debated, there is no doubt that Nias' relative geographic isolation has created a unique culture. As a culture of traders, the people of Nias find tourists to be a welcome – and historically familiar – phenomenon.
 
 
Nias ceremonial stone jump.
Nias is best known for its diversity of festivals and celebration. The most well-known events are War Dances, performed regularly for tourists, and Stone Jumping, a manhood ritual that sees young men leaping over two meter stone towers to their fate. In the past the top of the stone board is covered with spikes and sharp pointed bamboo. The music of Nias, performed mostly by women, is noted worldwide for its haunting beauty.
Gunungsitoli is home to Nias's only museum, the Museum Pusaka Nias (Nias Heritage Foundation), which houses over 6000 objects related to Nias's cultural heritage. The museum had recently built a new building and had improved their storage and exhibitions when the 2004 earthquake and tsunami occurred. The museum suffered some damage to the grounds and collections, but museum staff are working to recover from this devastating event
The predominant religion is Protestant Christianity. Six out of seven Niasans are Protestant; the remainder are about evenly divided between Muslim (mostly immigrants from elsewhere in Indonesia) and Catholic. However adherence to either Christian or Muslim religions is still largely symbolic; Nias continues into current day celebrating its own indigenous culture and traditions as the primary form of spiritual expression.
The people of Nias build omo sebua houses on massive ironwood pillars with towering roofs. Not only were they almost impregnable to attack in former tribal warfare, their flexible nail-less construction provide proven earthquake durability.
Nias is home not only to a unique human culture but also endemic fauna which differ from other areas of North Sumatra because of the island's remote location separate from Sumatra.

Nias is an internationally famous surfing destination. The best known surfing area is Sorake Bay, close to the town of Teluk Dalam, on the southern tip. Enclosed by the beaches of Lagundri and Sorake, the bay has both left and right-hand breaks. As they wait for waves, surfers can often see sea turtles swimming below. There are also two consistent, world-class waves in the nearby Hinako Islands, Asu and Bawa. Many lesser-known, high-quality surf spots with low crowds await adventurous travelers.
Nias was part of the famous Hippie trail of the 1960s, particularly traveled by surfers, which led to Bali. It has been the site of several international surfing competitions in the past, particularly before the 1998 Indonesian Reformation Movement.
Despite the storied history of surfing in Nias, international surfing in Nias has slowed down especially (but not specifically) due to the recent earthquakes. The situation is slowly changing, however.

http://en.wikipedia.org/wiki/Nias


Jumat, 20 April 2012

Jelajah Balige, Samosir, Sumatra Utara











Dokumen Nokia 9300 ing Tahun 2009

Camera: HP SE K810 - Francois Veri dan Camera Samsung
kulo sak rencang mubengi Balige pas liburan semesteran. Kulo pas dicaosi pirsa badhe jelajah wonten ing Balige, pikir kulo jelajahipun wonten Bali-Denpasar. Wah, jebulno.... wonten Samosir. Rencang-rencang padha nggeguyu. Wassyemmmm.... Ternyata Balige, menika salah satunggaling kecamatan - ibukota wonten ing tanah Toba Samosir, Sumatra Utara, Indonesia. Wonten kutho menika wanten satunggaling museum ingkang isinipun benda paninggalan sejarah ing tanah Batak,inggih menika museum T.B. Silalahi. Wonten ing kecamatan menika wonten satunggaling komplek sekolah inggih menika Soposurung, sedoyo sekolahan celak kaliyan sekolah sanesipiun. Amargi celak, sekolah-sekolah menika mboten wonten tawuran. Suasana 'Belajar Mengajar" benten, guru ngajar nggih sakeco. Menika saget dados tuladha pendidikan ing nagari Indonesia.
Jelajah wonten ing Samosir benten sanget jelajah wonten ing kutha-kutha sanesipun amargi adat lan budaya, wonten warna ing Samosir menika. Persis ing tlatah Ngayogyakarta Hadiningrat, Pulau Dewata Bali, Surakarta Hadiningrat.

Rabu, 24 Agustus 2011

Petualangan Veri ke Kota Pematangsiantar


Kota Pematangsiantar adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Medan. Karena letak Pematangsiantar yang strategis, ia dilintasi oleh Jalan Raya Lintas Sumatera. Kota ini memiliki luas wilayah 79,97 km2 dan berpenduduk sebanyak 240.787 jiwa (2000).

Kota Pematangsiantar yang hanya berjarak 128 km dari Medan dan 52 km dari Parapat sering menjadi kota perlintasan bagi wisatawan yang hendak ke Danau Toba. Sebagai kota penunjang pariwisata di daerah sekitarnya, kota ini memiliki 8 hotel berbintang, 10 hotel melati dan 268 restoran. Di kota ini masih banyak terdapat sepeda motor BSA model lama sebagai becak bermesin yang menimbulkan bunyi yang keras.

Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 Adam Malik, lahir di kota ini pada 22 Juli 1917. Kota ini pernah menerima Piala Adipura pada tahun 1993 atas kebersihan dan kelestarian lingkungan kotanya. Sementara itu, karena ketertiban pengaturan lalu lintasnya, kota ini pun meraih penghargaan Piala Wahana Tata Nugraha pada tahun 1996.

Sektor industri yang menjadi tulang punggung perekonomian kota yang terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun ini adalah industri besar dan sedang. Dari total kegiatan ekonomi di tahun 2000 yang mencapai Rp 1,69 trilyun, pangsa pasar industri mencapai 38,18 persen atau Rp 646 miliar. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menyusul di urutan kedua, dengan sumbangan 22,77 persen atau Rp 385 miliar.

saya terkesan ketika mengunjungi di daerah ini dengan melihat becak motor, namun becak tersebut dengan kendaaraan kuno sejeni BMW, BSA..

Petualangan Veri ke Brastagi Sumatra Utara



Berastagi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Berastagi merupakan objek wisata di dataran tinggi Karo. Berastagi berjarak sekitar 50-60 kilometer dari Kota Medan. Berastagi diapit oleh 2 gunung berapi aktif yaitu Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Di dekat Gunung Sibayak, terdapat pemandian mata air panas.

Aktivitas ekonomi di Berastagi terpusat pada pasar sayur dan buah-buahan, dan pada pariwisata. Etnis yang dominan di daerah ini adalah Batak Karo.

Objek-objek wisata di Berastagi:

Kamis, 19 Mei 2011

Petualangan Veri ke Pulau Samosir



Alusi au

Marragam ragam do anggo sita sita di hita manisia
Marasing asing do anggo pangidoan diganup ganup jolma
Hamo raon haga beon hasa ngapon ido di lului nadeba
Dina deba asal ma tarbarita goarna tahe
Anggo di ahu to ngasing do sita sita asing pangido aku
Mansai ambal be unang ola mangicak hamu sude di ahu
Alusi au
Sasudena na hugo ari indada i saut di ahu
Sita sita di ahu tunga sing situtu do tabe
tung holongni roham mi sambing do na hupar sita sita
Tung denggan ni basam basami do na hupar imaima
Asi ni roham da ito unang loas au maila
Beharoham dok mahatam Alusi au
Alusi au
Alusi au
Kenangan,,,,,,,,,,
Kapal yang pernah mengantar melihat batu gantung.
dua anak kecil bernyanyi.... alusi au... buat heboh penumpang...



Rabu, 26 Januari 2011

Petualangan Veri ke Danau Toba








Petualangan veri di Danau Toba

Kab. Dairi Sumatra Utara
















TAMAN Wisata Iman (TWI) Kabupaten Dairi dibangun pada akhir rahun 1990-an, memiliki,luas wilayah 10 hektare (ha) yang sebelumnya merupakan areal hutan alang-alang, kini berubah menjadi tempat sakral. Lokasinya yang berada di atas tanjakan dikelilingi hutan pinus dan menjadi maskot ibukota Kabupaten Dairi, Sidikalang.

Taman Wisata Iman berada dalam Kota Sidikalang pada ketinggian puncak perbukitan membentuk aksara. “S”, Sitinjo dan berlatar belakang nun jauh di sana Kota Sumbul yang dikelilingi ribuan hektare areal persawahan padi petani yang tampak menguning.

Awal memasuki areal TWI Dairi disertai semilirnya angin pengunungan, layaknya mengelus wajah ketika kita berdiri, disambut gerbang empat pilar agama di Indonesia. Di sisi miniatur Ka’bah kompleks religi Islam, terkesan inilah naturalisme karunia Ilahi yang tiada bandingannya. Kemudian pandangan mata, menyapu rentetan miniatur religius Buddha, Kristen, Hindu berlatar belakang lembah dan hutan pinus, seolah merangkaikan kata-kata, “Indahnya Hidup Berdampingan”.

Kemudian disambut keberadaanm Kuil Sadhayana kompleks Buddha. Kuil ini, pernah diramaikan dengan perayaan Waisak yang dihadiri 1.500 umat Buddha, tidak saja umat Buddha dari Sumatera Utara, tetapi juga dari Pulau Penang, Malaysia.

Wisatawan Buddha asal Malaysia, menyatakan kekagumannya dengan bentuk Vihara WTI Dairi, disebutkan lokasi ini sangat sulit ditemukan. Apalagi menurut keyakinan Buddha, betapa Buddha Maha Agung Sidharta Gautama dilahirkan di hutan pinus. Keberadaan Kuil Sadhayana di TWI Dairi merupakan mukjizat dan memiliki keistimewaan tersendiri.

Stupa dan beberapa ornament vihara sengaja didatangkan dari India mau pun China. Sedangkan patung Maha Agung Sidharta Gautama terbuat dari batu gunung dikerjakan di Prumpun dekat Semarang, Jawa tengah. Vihara TWI Dairi akan menjadi pusat ibadah Buddha bagi pewisata dari dalam dan mancanegara. Kompleks vihara akan dijaga para Biksu untuk melayani umat Buddha untuk beribadah.

SEMILIRNYA terpaan angin serasa tidak kenal henti, menelusuri ruas jalan aspal di tengah hutan pinus. Pohon cherry yang berjajar di sepanjang jalan diramaikan dengan kicauan burang yang terbang dari satu pohon ke pohon lain menjadi pemandangan yang asri. Kemudian pengunjung diperlihatkan pada patung Abraham yang menghunuskan pedang untuk menyembelih putranya.

Patung Abraham, merupakan miniatur sumbangan para camat se-Kabupaten Dairi, Sebagai gambaran kesetiaan anak terhadap sang ayah. Setidak-tidaknya terdapat 14 miniatur patung yang menggambarkan Yesus Kristus sejak kelahirannya hingga ia disalibkan, memiliki makna religius dan pesan-pesan agamais terhadap penganutnya.

Bukit Golgota dengan 3 salib setinggi 15 meter menjadi tempat paling ramai dikunjungi para peziarah umat Kristiani. Tepat di bawah salib yang terlihat jelas dari Kota Sidikalang mau pun Kota Sumbul, tampak patung Bunda Maria berada di dalam gua. Vas bunga di kaki patung tidak pernah kosong, selalu diisi peziarah. Jalan menurun dengan miniatur jembatan membelah dua sungai, Lae Pendaroh bangunan gereja megah dan asrama penginapan, merupakan tujuan akhir peziarah untuk memanjatkan doa.

Jalan masih menanjak sebelah kiri berdiri Pura Hindu, pura dengan ornament khas Bali dan Hindu Tamil, India. Letaknya sangat strategis. Bila melepaskan pandangan mata, masih terasakan desiran angin menjurus ke Kota Sumbul. Ketika berdiri di antara dua pilar ornamen Bali, tatapan mata bagai tertahan menyaksikan nun jauh di sana, Bukit Barisan nan hijau.

MEMASUKI kompleks Islam disambut keberadaan menara Masjid Madinah, Ka’abah dan bangunan asrama penginapan. Areal lapangan yang tidak jauh dari bangunan ornamen tersebut, sering digunakan untuk acara keagamaan. Lapangan ini juga sering digunakan sebagai lapangan pendaratan pesawat helicopter, tidak saja para pejabat tetapi juga tamu-tamu dari luar negeri. Lapangan uni juga dapat digunakan acara manasik haji. Perwiritan dari perayaan keagamaan antaranya, Musabaqah Tilawatil Qur’an mau pun khatam Qur’an..

Di dalam lokasi TWI Dairi, tersedia bangunan penginapan dengan 17 kamar. Tiap kamar bisa menampung untuk kapasitas 6 orang. Penginapan ini juga dipersiapkan untuk bisa digunakan untuk pengobatan dan penyembuhan secara mental penderita narkoba.

Berdirinya TWI Dairi yang sebelumnya merupakan areal hutan alang-alang yang kemudian berubah menjadi sentra wisata religius, dimungkinkan keterpaduan bantuan dari PTPN, pengusaha, BUMN mau pun dari kalangan perbankan, khususnya Bank Sumut. Sementara sumbangan pribadi, antaranya dari Taufik Kiemas dan Togar Sianipar.

Banyak kalangan mengatakan, betapa lokasi TWI Dairi ini sangat spektakuler. Pesan-pesan khusus dari lokasi ini mengisyaratkan, betapa indahnya hidup berdampingan, keragaman agama pada bangsa Indonesia, menjadi kekuatan jika bersatu-padu. Intinya, dengan saling menghormati dan menghargai antar sesamanya merupakan modal dasar terbinanya persatuan dan kesatuan yang kuat dan kukuh.