Tampilkan postingan dengan label Riau. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Riau. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Desember 2012

Perawang, Tualang, Siak

Perawang adalah ibukota Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Riau, Indonesia. Sebuah kota kecil bernama Tualang Perawang atau lebih di kenal "Perawang" dengan jumlah penduduk 102.306 jiwa merupakan kota industri di pinggir Sungai Siak. Kota Perawang terletak antara 0°32'-0°51' Lintang Utara dan 101°28'-101°52' Bujur Timur di pinggir Sungai Siak, ketinggian 0,5 – 5 dpl dengan suhu udara berkisar 22°C samapai 33°C. Wilayah Perawang seperti pada umumnya wilayah Kabupaten Siak lainnya terdiri dari dataran rendah dengan struktur tanah pada umumnya terdiri dari tanah podsolik merah kuning dari batuan dan aluvial serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk tanah rawa-rawa atau tanah basah. Bentuk Wilayahnya 75 % datar sampai berombak dan 25 % berombak sampai berbukit. Letaknya lebih kurang 1 jam menuju ibukota provinsi (pekanbaru) dan 1,5 jam menuju ibukota kabupaten (Siak Sri Indrapura). Wilayah lain yang berbatasan sebagai berikut : 
Sebelah Utara : Kecamatan Mandau, Minas
Sebelah Selatan : Kecamatan Kerinci Kanan, Pekanbaru
Sebelah Barat : Kecamatan Minas
Sebelah Timur : Kecamatan Sei Mandau, Kecamatan Koto Gasib

Perawang secara umum berada pada daerah dataran dimana sektor industri pengolahan merupakan motor penggerak perekonomian yang sangat dominan tidak saja bagi Perawang sendiri tapi juga menjadi sektor andalan Kabupaten Siak. Sehingga tidak berlebihan apabila daerah ini disebut daerah industri. Dikota ini terdapat pabrik kertas PT. Indah Kiat yang merupakan anak grup Sinarmas. Indah Kiat merupakan pabrik kertas dan bubur kertas utama di Indonesia. Pabrik ini telah memberikan manfaat ekonomi untuk masyarakat Perawang dan sekitarnya, baik langsung maupun tidak. Setelah masuk perusahaan besar seperti CALTEX, IKPP sangat membanti pertumbahan makro desa Perawang. Hingga saat ini pertumbuhan Perawang dapat dikatakan berkembang dengan baik ditandai dengan benyaknya pembangunan yang semakin merata. Masyarat Perawang sebagian besar adalah pendatang dari bermacam suku & agama. Suport

Rabu, 19 Desember 2012

Kerajaan Siak Sri Inderapura

Dokumen foto-foto ini sempat hilang sewaktu pindahan kos :) sempat tidak bisa dibuka. Kenangan ketika di Riau 2005-2010 sangat banyak, tapi banyak yang hilang. mulai cerita perjalanan. foto-foto perjalanan. namun saya sedikit lega bisa berbagi sama temen-temen. Sebenarnya ada cerita singkat dari pemandu yang saya rekam dengan hape Nokia 9300., Namun memorinya hilang dicuri beserta HP, tapi HP Sony Ericcson K810 tidak dicuri dan file foto sempat saya copy ke CDrom. Nah, berikut ini cerita berdasarkan sumber yang saya ambil dari wikipedia

Kesultanan Siak Sri Inderapura adalah sebuah Kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia. Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung bergelar Sultan Abdul Jalil pada tahun 1723. Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yang kuat dan menjadi kekuatan yang diperhitungkan di pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa. Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan Barat, sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan Kalimantan. Pasang surut kerajaan ini tidak lepas dari persaingan dalam memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Siak terakhir, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan Republik Indonesia.

Kata Siak Sri Inderapura, secara harfiah dapat bermakna pusat kota raja yang taat beragama, dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" dan indera atau indra dapat bermakna raja. Sedangkan pura dapat bermaksud dengan "kota" atau "kerajaan". Siak dalam anggapan masyarakat Melayu sangat bertali erat dengan agama Islam, Orang Siak ialah orang-orang yang ahli agama Islam, kalau seseorang hidupnya tekun beragama dapat dikatakan sebagai Orang Siak.

Nama Siak, dapat merujuk kepada sebuah klan di kawasan antara Pakistan dan India, Sihag atau Asiagh yang bermaksud pedang. Masyarakat ini dikaitkan dengan bangsa Asii, masyarakat nomaden yang disebut oleh masyarakat Romawi, dan diidentifikasikan sebagai Sakai oleh Strabo seorang penulis geografi dari Yunani. Berkaitan dengan ini pada sehiliran Sungai Siak sampai hari ini masih dijumpai masyarakat terasing yang dinamakan sebagai Orang Sakai.

Perkembangan agama Islam di Siak, menjadikan kawasan ini sebagai salah satu pusat penyebaran dakwah Islam, hal ini tidak lepas dari penggunaan nama Siak secara luas di kawasan Melayu. Jika dikaitkan dengan pepatah Minangkabau yang terkenal: Adat menurun, syara’ mendaki dapat bermakna masuknya Islam ke dataran tinggi pedalaman Minangkabau dari Siak sehingga orang-orang yang ahli dalam agama Islam, sejak dahulu sampai sekarang, masih tetap disebut dengan Orang Siak. Sementara di Semenanjung Malaya, penyebutan Siak masih digunakan sebagai nama jabatan yang berkaitan dengan urusan agama Islam.

Walau telah menerapkan hukum Islam pada masyarakatnya, namun pengaruh Minangkabau dengan identitas matrilinealnya masih mewarnai tradisi masyarakat Siak. Dalam pembagian warisan, masyarakat Siak mengikut kepada hukum waris sebagaimana berlaku dalam Islam. Namun dalam hal tertentu, mereka menyepakati secara adat bahwa untuk warisan dalam bentuk rumah hanya diserahkan kepada anak perempuan saja.

Membandingkan dengan catatan Tomé Pires yang ditulis antara tahun 1513-1515, Siak merupakan kawasan yang berada antara Arcat dan Indragiri yang disebutnya sebagai kawasan pelabuhan raja Minangkabau, kemudian menjadi vasal Malaka sebelum ditaklukan oleh Portugal. Munculnya VOC sebagai penguasa di Malaka, Siak diklaim oleh Johor sebagai bagian wilayah kedaulatannya sampai munculnya Raja Kecil. Dalam Syair Perang Siak, Raja Kecil putra Pagaruyung, didaulat menjadi penguasa Siak atas mufakat masyarakat di Bengkalis, sekaligus melepaskan Siak dari pengaruh Johor. Sementara Raja Kecil dalam Hikayat Siak disebut juga dengan sang pengelana pewaris Sultan Johor yang kalah dalam perebutan kekuasaan. Berdasarkan korespodensi Sultan Indermasyah Yang

Dipertuan Pagaruyung dengan Gubernur Jenderal Belanda di Melaka waktu itu, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil merupakan saudaranya yang diutus untuk urusan dagang dengan pihak VOC. Kemudian Sultan Abdul Jalil dalam suratnya tersendiri, yang ditujukan kepada pihak Belanda menyebut dirinya sebagai Raja Kecil dari Pagaruyung, akan menuntut balas atas kematian Sultan Johor.

Sebelumnya dari catatan Belanda, telah mencatat pada tahun 1674, ada datang utusan dari Johor untuk mencari bantuan bagi raja Minangkabau berperang melawan raja Jambi. Dalam salah satu versi Sulalatus Salatin juga menceritakan tentang bagaimana hebatnya serangan Jambi ke Johor (1673), yang mengakibatkan hancurnya pusat pemerintahan Johor, yang sebelumnya juga telah dihancurkan oleh Portugal dan Aceh. Kemudian berdasarkan surat dari raja Jambi, Sultan Ingalaga kepada VOC pada tahun 1694, menyebutkan bahwa Sultan Abdul Jalil dari Pagaruyung, hadir menjadi saksi perdamaian dari perselisihan mereka.

Pada tahun 1718 Sultan Abdul Jalil berhasil menguasai Kesultanan Johor sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai Sultan Johor dengan gelar Yang Dipertuan Besar Johor, namun pada tahun 1722 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Raja Sulaiman anak Bendahara Johor, yang juga menuntut hak atas tahta Johor, dibantu oleh pasukan bayaran dari Bugis. Akhir dari peperangan ini, Raja Sulaiman mengukuhkan diri menjadi penguasa Johor di pedalaman Johor, sementara Sultan Abdul Jalil, pindah ke Bintan dan kemudian tahun 1723 membangun pusat pemerintahan baru di sehiliran Sungai Siak dengan nama Siak Sri Inderapura. Sementara pusat pemerintahan Johor yang sebelumnya berada sekitar muara Sungai Johor ditinggalkan begitu saja, dan menjadi status quo dari masing-masing penguasa yang bertikai tersebut. Sedangkan klaim Raja Kecil sebagai pewaris sah tahta Johor diakui oleh komunitas Orang Laut, kelompok masyarakat yang bermukim pada kawasan kepulauan membentang dari timur Sumatera sampai ke Lautan Cina Selatan dan loyalitas ini terus bertahan sampai kepada beberapa keturunan Raja Kecil berikutnya.

Dengan klaim sebagai pewaris Malaka, pada tahun 1724-1726 Sultan Abdul Jalil melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan memasukan Rokan ke dalam wilayah Kesultanan Siak, membangun pertahanan armada laut di Bintan. Namun tahun 1728 atas perintah Raja Sulaiman, Yang Dipertuan Muda bersama pasukan Bugisnya, berhasil menekan Raja Kecil keluar dari kawasan kepulauan. Raja Sulaiman kemudian menjadikan Bintan sebagai pusat pemerintahannya dan atas keberhasilan itu Yang Dipertuan Muda diberi kedudukan di Pulau Penyengat.

Sementara Raja Kecil terpaksa melepas hegemoninya pada kawasan kepulauan dan mulai membangun kekuatan baru pada kawasan sepanjang pesisir timur Sumatera. Antara tahun 1740-1745, Raja Kecil kembali bangkit dan menaklukan beberapa kawasan di Semenanjung Malaya. Ancaman dari Siak, serta di saat bersamaan Johor juga mulai tertekan oleh orang-orang Bugis yang meminta balas atas jasa mereka. Hal ini membuat Raja Sulaiman pada tahun 1746 meminta bantuan Belanda di Malaka dan menjanjikan memberikan Bengkalis kepada Belanda, kemudian direspon oleh VOC dengan mendirikan gudang pada kawasan tersebut.

Sepeninggal Raja Kecil tahun 1746, klaim atas Johor memudar, dan pengantinya Sultan Mahmud fokus kepada penguatan kedudukannya di pesisir timur Sumatera dan daerah vazal di Kedah dan kawasan pantai timur Semenanjung Malaya. Pada tahun 1761, Sultan Siak membuat perjanjian ekslusif dengan pihak Belanda, dalam urusan dagang dan hak atas kedaulatan wilayahnya serta bantuan dalam bidang persenjataan. Walau kemudian muncul dualisme kepemimpinan di kerajaan ini yang awalnya tanpa ada pertentangan di antara mereka, Raja Muhammad Ali, yang lebih disukai Belanda, kemudian menjadi Sultan Siak, sementara sepupunya Raja Ismail, tidak disukai oleh Belanda, muncul sebagai Raja Laut, menguasai perairan timur Sumatera sampai ke Lautan Cina Selatan, membangun kekuatan di gugusan Pulau Tujuh.

Sekitar tahun 1767, Raja Ismail, telah menjadi duplikasi dari Raja Kecil, didukung oleh Orang Laut, terus menunjukan dominasinya di kawasan perairan timur Sumatera, dengan mulai mengontrol perdagangan timah di Pulau Bangka, kemudian menaklukan Mempawah di Kalimantan Barat. Sebelumnya Raja Ismail juga turut membantu Terengganu menaklukan Kelantan, hubungan ini kemudian diperkuat oleh adanya ikatan perkawinan antara Raja Ismail dengan saudara perempuan Sultan Terengganu. Pengaruh Raja Ismail di kawasan Melayu sangat signifikan mulai dari Terengganu, Jambi dan Palembang. Laporan Belanda menyebutkan Palembang telah membayar 3000 ringgit kepada Raja Ismail agar jalur pelayarannya aman dari gangguan, sementara Hikayat Siak menceritakan tentang kemeriahan sambutan yang diterima oleh Raja Ismail sewaktu kedatangannya ke Palembang.

Pada abad ke-18 Kesultanan Siak telah menjadi kekuatan yang dominan di pesisir timur Sumatera. Tahun 1780 Kesultanan Siak menaklukkan daerah Langkat, dan menjadikan wilayah tersebut dalam pengawasannya, termasuk wilayah Deli dan Serdang. Di bawah ikatan perjanjian kerjasama dengan VOC, pada tahun 1784 Kesultanan Siak membantu VOC menyerang dan menundukkan Selangor, sebelumnya mereka telah bekerjasama memadamkan pemberontakan Raja Haji Fisabilillah di Pulau Penyengat.

Kesultanan Siak Sri Inderapura mengambil keuntungan atas pengawasan perdagangan melalui Selat Melaka serta kemampuan mengendalikan para perompak di kawasan tersebut. Kemajuan perekonomian Siak terlihat dari catatan Belanda yang menyebutkan pada tahun 1783, ada sekitar 171 kapal dagang dari Siak menuju Malaka. Siak menjadi kawasan segitiga perdagangan antara Belanda di Malaka dan Inggris di Pulau Pinang. Namun disisi lain kejayaan Siak ini memberi kecemburuan pada keturunan Yang Dipertuan Muda terutama setelah hilangnya kekuasaan mereka pada kawasan Kepulauan Riau. Sikap ketidaksukaan dan permusuhan terhadap Sultan Siak, terlihat dalam Tuhfat al-Nafis, di mana dalam deskripsi ceritanya mereka mengambarkan Sultan Siak sebagai orang yang rakus akan kekayaan dunia.

Peranan Sungai Siak sebagai bagian kawasan inti dari kerajaan ini berpengaruh besar terhadap kemajuan perekonomian Siak Sri Inderapura. Sungai Siak merupakan kawasan pengumpulan berbagai produk perdagangan, mulai dari kapur barus, benzoar bahkan timah dan emas. Sementara pada saat bersamaan masyarakat Siak juga telah menjadi eksportir kayu yang utama di Selat Malaka serta salah satu kawasan industri kayu terutama untuk pembuatan kapal maupun untuk bangunan. Dengan cadangan kayu yang berlimpah, pada tahun 1775 Belanda mengizinkan kapal-kapal Siak mendapat akses langsung kepada sumber beras dan garam di Pulau Jawa, tanpa harus membayar kompensasi kepada VOC namun tentu dengan syarat Belanda juga diberikan akses langsung kepada sumber kayu di Siak, yang mereka sebut sebagai kawasan hutan hujan yang tidak berujung.

Dominasi Kesultanan Siak terhadap wilayah pesisir pantai timur Sumatera dan Semenanjung Malaya cukup signifikan, mereka mampu mengantikan pengaruh Johor sebelumnya atas penguasaan jalur perdagangan, selain itu Kesultanan Siak juga muncul sebagai pemegang kunci ke dataran tinggi Minangkabau, melalui tiga sungai utama yaitu Siak, Kampar, dan Kuantan, yang sebelumnya telah menjadi kunci bagi kejayaan Malaka. Namun demikian kemajuan perekonomian Siak memudar seiring dengan munculnya gejolak di pedalaman Minangkabau yang dikenal dengan Perang Padri.

Ekspansi kolonialisasi Belanda ke kawasan timur Pulau Sumatera tidak mampu dihadang oleh Kesultanan Siak, dimulai dengan lepasnya Kesultanan Deli, Kesultanan Asahan dan Kesultanan Langkat, kemudian muncul Inderagiri sebagai kawasan mandiri. Begitu juga di Johor kembali didudukan seorang sultan dari keturunan Tumenggung Johor, yang berada dalam perlindungan Inggris di Singapura. Sementara Belanda memulihkan kedudukan Yang Dipertuan Muda di Pulau Penyengat dan kemudian mendirikan Kesultanan Lingga di Pulau Lingga. Selain itu Belanda juga mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang.

Penguasaan Inggris atas Selat Melaka, mendorong Sultan Siak pada tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian yang telah mereka buat sebelumnya pada tahun 1819. Perjanjian ini menjadikan wilayah Kesultanan Siak semakin kecil dan terjepit antara wilayah kerajaan kecil lainnya yang mendapat perlindungan dari Inggris. Demikian juga pihak Belanda menjadikan kawasan Siak sebagai salah satu bagian dari pemerintahan Hindia-Belanda, setelah memaksa Sultan Siak menandatangani perjanjian pada 1 Februari 1858. Dari perjanjian tersebut Siak Sri Inderapura kehilangan kedaulatannya, kemudian dalam setiap pengangkatan raja Siak mesti mendapat persetujuan dari Belanda. Selanjutnya dalam pengawasan wilayah, Belanda mendirikan pos militer di Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan Residen Riau pemerintahan Hindia-Belanda.

Perubahan peta politik atas penguasaan jalur Selat Malaka, kemudian adanya pertikaian internal Siak dan persaingan dengan Inggris dan Belanda melemahkan pengaruh hegemoni Kesultanan Siak atas wilayah-wilayah yang pernah dikuasainya. Tarik ulur kepentingan kekuatan asing terlihat pada Perjanjian Sumatera antara pihak Inggris dan Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi yang dilematis, berada dalam posisi tawar yang lemah. Kemudian berdasarkan perjanjian pada 26 Juli 1873, pemerintah Hindia-Belanda memaksa Sultan Siak, untuk menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau.Namun di tengah tekanan tersebut Kesultanan Siak masih mampu tetap bertahan sampai kemerdekaan Indonesia,walau pada masa pendudukan tentara Jepang sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak sudah tidak berarti lagi.

Sultan Syarif Kasim II, merupakan Sultan Siak terakhir yang tidak memiliki putra, seiring dengan kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan negara Republik Indonesia.

Pengaruh Kerajaan Pagaruyung, juga mewarnai sistem pemerintahan pada Kesultanan Siak, setelah Sultan Siak, terdapat Dewan Menteri yang mirip dengan kedudukan Basa Ampek Balai di Minangkabau. Dewan Menteri ini memiliki kekuasaan untuk memilih dan mengangkat Sultan Siak, sama dengan Undang Yang Ampat di Negeri Sembilan. Dewan Menteri bersama dengan Sultan menetapkan undang-undang serta peraturan bagi masyarakatnya. Dewan menteri ini terdiri dari:
1. Datuk Tanah Datar
2. Datuk Limapuluh
3. Datuk Pesisir
4. Datuk Kampar

Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tidak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yang berlaku di Eropa maupun yang diterapkan pada kawasan kolonial Belanda atau Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah Ingat Jabatan yang diterbitkan tahun 1897. Naskah ini terdiri dari 33 halaman yang panjang serta ditulis dengan Abjad Jawi. Ingat Jabatan merupakan dokumen resmi Siak Sri Inderapura yang dicetak di Singapura, berisi rincian tanggung jawab dari berbagai posisi atau jabatan di pemerintahan mulai dari pejabat istana, wakil kerajaan di daerah jajahan, pengadilan maupun polisi. Pada bagian akhir dari setiap uraian tugas para birokrat tersebut ditutup dengan peringatan serta perintah untuk tidak khianat kepada sultan dan nagari.

Perkembangan selanjutnya, Siak Sri Inderapura juga menerbitkan salah satu kitab hukum atau undang-undang, dikenal dengan nama Bab al-Qawa'id. Kitab ini dicetak di Siak tahun 1901, menguraikan hukum yang dikenakan kepada masyarakat Melayu dan masyarakat lain yang terlibat perkara dengan masyarakat Melayu. Namun tidak mengikat orang Melayu yang bekerja dengan pihak pemerintah Hindia-Belanda, di mana jika terjadi permasalahan akan diselesaikan secara bilateral antara Sultan Siak dengan pemerintah Hindia-Belanda.

Dalam pelaksanaan masalah pengadilan umum di Kesultanan Siak diselesaikan melalui Balai Kerapatan Tinggi yang dipimpin oleh Sultan Siak, Dewan Menteri dan dibantu oleh Kadi Siak serta Controleur Siak sebagai anggota. Selanjutnya beberapa nama jabatan lainnya dalam pemerintahan Siak antara lain Pangiran Wira Negara, Biduanda Pahlawan, Biduanda Perkasa, Opas Polisi. Kemudian terdapat juga warga dalam yang bertanggung jawab terhadap harta-harta disebut dengan Kerukuan Setia Raja, serta Bendarhari Sriwa Raja yang bertanggung jawab terhadap pusaka kerajaan.

 Dalam administrasi pemerintahannya Kesultanan Siak membagi kawasannya atas hulu dan hilir, masing-masing terdiri dari beberapa kawasan dalam bentuk distrik yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Datuk atau Tuanku atau Yang Dipertuan dan bertanggungjawab kepada Sultan Siak yang juga bergelar Yang Dipertuan Besar. Pengaruh Islam dan keturunan Arab mewarnai Kesultanan Siak, salah satunya keturunan Al-Jufri yang bergelar Bendahara Patapahan.

Pada kawasan tertentu di Siak Sri Inderapura, ditunjuk Kepala Suku yang bergelar Penghulu, dibantu oleh Sangko Penghulu, Malim Penghulu serta Lelo Penghulu. Sementara terdapat juga istilah Batin, dengan kedudukan yang sama dengan Penghulu, namun memiliki kelebihan hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki oleh Penghulu. Batin ini juga dibantu oleh Tongkat, Monti dan Antan-antan. Istilah Orang Kaya juga digunakan untuk jabatan tertentu dalam Kesultanan Siak, sama halnya dengan pengertian Rangkayo atau Urang Kayo di Minangkabau terutama pada kawasan pesisir.

Siak Sri Inderapura sampai sekarang tetap diabadikan sebagai nama ibu kota dari Kabupaten Siak, dan Balai Kerapatan Tinggi yang dibangun tahun 1886 serta Istana Siak Sri Inderapura yang dibangun pada tahun 1889, masih tegak berdiri sebagai simbol kejayaan masa silam, termasuk Tari Zapin dan Tari Olang-olang yang pernah mendapat kehormatan menjadi pertunjukan utama untuk ditampilkan pada setiap perayaan di Kesultanan Siak Sri Inderapura. Begitu juga nama Siak masih melekat merujuk kepada nama sebuah sungai di Provinsi Riau sekarang, yaitu Sungai Siak yang bermuara pada kawasan timur pulau Sumatera.

Setelah temen-temen membaca, sedikit saya tambahkan bahwa, di dalam istana banyak sekali kenangan-kenangan dari kerajaan lain di sini. Nanti dapat anda lihat melalui foto-foto dibawah ini...
Yang paling terkesan masuk disini adalah, melihat dalam ruangan istana terdapat cermin kristal. Katanya bisa awet muda loh... heheheh
Trus dilbelakang istana itu ada itu terdapat sumur yang umurnya sudah mencapai ratusan tahun. katanya juga, bagi pengunjung yang cuci muka disini bisa awet muda.


Suport

Selasa, 12 Juni 2012

Ekspedisi Rindu Sempadan dan Taman Hutan Raya Sutan Syarif Hasyim

(DOKUMEN 2 MEI 2010) Nokia 9500 Ekspedisi Rindu Sempadan dan Taman Hutan Raya Sutan Syarif Hasyim Ekspedisi ini aku lakukan secara dadakan, kalo di rencanakan terus bisa-bisa ga jadi. Aku hanya cari waktu yang pas saja, nggak banyak acara.

Kamis, 26 April 2012

"Srengenge Saat Senja"


Canon Power Shot A580 (Camera Pocket) Location: Pujasera, Pinang Sebatang, Perawang, Riau - Indonesia Jelajah Riau Indonesia

Minggu, 22 April 2012

Petualangan Veri Ke Danau Buatan Rumbai








Taman Rekreasi Danau Buatan Lembah Sari berlokasi di Kecamatan Rumbai Pekanbaru. Limbungan adalah danau buatan berupa bendungan irigasi terletak kurang lebih 10 kilometer dari kota Pekanbaru. Pemandangan alam sekitar danau dengan panorama yang indah, sejuk, nyaman dan bukit-bukit yang ditumbuhi pepohonan, memungkinkan dikembangkan sebagai tempat atraksi wisata tirta seperti berenang, memancing, bersepeda air dan lain-lain

Petualangan Veri ke Nusantara IV (riau)



Panen Madu di Nusantara IV Pangkalan Kerinci
Minggu, (13/05/2007) seperti biasa, aku menghabiskan waktu libur untuk berpetualaang dengan sepeda. Petualangan kali ini adalah Nusantara IV Pangkalan Kerinci Riau. Lima jam lamanya aku menempuh dengan sepeda Polygon Astroz. Jalan terjal dan berbatu merupakan tantangan tersendiri bagiku, serta jalan yang naik turun adalah ‘santapan’ nikmat.
Memang perjalanan menuju pangkalan kerinci melalui medan offroad sangat besar manfaatnya. Apa lagi udara pagi yang membuat badan ‘semriwing’. Pemandangan alam yang indah, membuat aku tidak terasa lelah. Danau, sungai, pohon sawit yang luas membentang serta kebun karet yang selalu menemani perjalananku.Tiba-tiba aku terkejut dan terpana ketika melihat seekor biawak besar yang mati tergilas kendaraan di tengah jalan. Mendekatinya saja aku tak sanggup dan takut, siapa tahu ada biawak yang lain. Kita ketahui di Riau banyak hewan mulai dari yang besar, sampai yang kecil. Biawak, ular cobra, semut hutan, kera, buaya, babon, lutung, babi hutan dan lain-lain.
Di tengah perjalanan, aku sempatkan untuk istirahat sejenak karena mulai kelelahan. Kutemui beberapa orang masuk hutan dengan membawa tongkat panjang, daun kelapa sawit yang kering, pisau, parang, ember dan ranting basah yang masih ada daunnya. Aku penasaran, apa yang akan mereka lakukan. Aku beranjak menemui mereka dan menanyakan sesuatu yang akan mereka lakukan. Ternyata, mereka ingin mencari madu di tengah hutan. Aku minta izin untuk ikut bersama mereka. Mereka pun mengizinkannya.
Satu jam lamanya di tengah hutan untuk mencari sarang lebah yang siap panen. Akhirnya, dapat juga yang mereka cari. Sarang yang mereka dapat pas untuk panen. Mereka segera menyiapkan peralatan. Aku sendiri pun ikut membantu menyiapkan peralatan. Sebelum panen, mereka melakukan ritual (doa) agar tidak ada mara bahaya, dan selalu dilindungi. Kita tahu bagaimana situasi/keadaan dalam hutan? Usai berdoa, mereka kemudian membakar daun kelapa sawit yang kering, dan daun-daunan basah untuk dijadikan asap. Tujuan itu untuk mengusir lebah-lebah yang ada dalam sarang. Asap pun jadi. Mereka langsung mengasapi sarang lebah, dan seorang diantara mereka langsung memanjat pohon yang terdapat sarang lebah. Selanjutnya pemanjat tersebut (pak Ali) mengiris sarang lebah, dan memasukan ke dalam ember yang sudah disiapkan. Supaya si lebah kembali membuat sarang, Pak Ali harus menyisakan sarang tersebut. Tugas Pak Ali pun selesai, dan turun dari pohon. Mereka pun segera memanjatkan doa syukur, supaya di lain waktu mereka diberi rejeki lagi.
Saat yang aku tunggu tiba, yaitu pemerasan sarang lebah. Mereka memeras sarang lebah dengan alat yang sangat sederhana sekali, yaitu kain tipis. Mereka pun memeras dengan hati-hati, supaya madu tidak berserakan kemana-mana. Madu murni pun didapatkannya. Mereka tidak membuang ampas /sarang lebah perasan, karena nantinya akan dimasak untuk makan siang. Usai memeras sarang lebah, saatnya untuk masak makan siang. Tugas aku adalah membuat api untuk memasak. Sambil memasak kita jadi ngobrol bareng. Dalam satu jam lebih aku langsung dekat, dan mudah beradaptasi serta sosialisasi. Tanya ini, Tanya itu. Aku pun jadi tahu, perbedaan madu asli/ murni dengan madu yang tidak asli. Ada beberapa cara untuk mengetes keaslian madu. Pertama, jika madu itu di masukan freezer (Bahasa ngledoknya: Kulkas) madu itu tidak membeku. Kedua, jika madu itu ‘didekatkan’ dengan semut, semut itu tidak berani mendekat.
Masakan pun sudah tersaji di depan mata. Aku penasaran hasil masakan orang itu. Bagaimana cara makannya? Apa rasanya? Aku mencicipi masakan itu. Rasa manis, dan selalu ingin menambah.
Usai makan siang dengan sarang lebah, aku lanjutkan membantu mereka memasukan madu murni ke dalam botol minuman dengan disaring. Selesai disaring, kita keluar dari hutan dan kembali kerumah masing-masing, dan aku kembali melakukan perjalanan pulang. Tidak lupa aku ucapkan terimakasih kepada mereka, dan berpamitan.
Dalam perjalanan pulang, aku melihat sebuah rawa yang lumayan luas dan dikelilingi pohon sawit. Bau di rawa itu tidak sedap, karena banyak ikan yang mati. Ikan mati tersebut karena adanya pencemaran limbah pabrik sawit yang ada didekatnya. Aku meliahat banyak anak yang mencari ikan yang masih hidup di rawa tersebut dengan menggunakan jarring dan tangkelak. Lima jam tak terasa, dan sudah 40 Km perjalanan yang aku tempuh dari Perawang. Tiga L yang aku rasakan (lemah letih dan lesu). Tenaga untuk pulang ke Perawang sudah tidak ada. Terpaksa aku menunggu bus Kerinci-Perawang. Bus pun lewat, dan aku numpang sampai Perang dengan ongkos Rp 6000. Sampai di sekolah langsung mencari makanan yang bergizi dan pudding. Tiga L pun sudah lewat. Senin pagi (14/05/2007) aku mengajar dengan semangat dan memberikan pelajaran Kebudayaan Riau dengan materi menghargai sumber daya alam. Pas sekali pengalaman hari Minggu itu dengan materi tersebut.

Jumat, 17 Februari 2012

Gowes Bareng PMBC, NIBC dan SMBC

Beberapa waktu lalu Komunitas Sepeda Gunung di Perawang (PMBC) mengadakan gowes bareng, tepatnya pada hari Minggu, 12 februari 2012. Acara ini dimulai pukul 07.30 - trek kampung banjar dibalik - TPS KM 15. Setelah bergowes ria dilanjutkan dengan sarapan nasi uduk bungkus bersama di puncak. JOURNALIS PMBC perawang Mountain Bike Club

Berikut ini foto-fotonya..