Rabu, 24 Agustus 2011

Petualangan Veri ke Jam gadang Bukit Tinggi


Jam Gadang

Konon, Goa Jepang ini masih berhubungan dengan jalan yang menuju Jam Gadang. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun.
Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun.
Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota). Dulu, jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan di masa Belanda, dan berbentuk klenteng pada masa Jepang. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat Minangkabau.
Ukuran diameter jam ini adalah 80 cm, dengan denah dasar 13x4 meter sedangkan tingginya 26 meter. Pembangunan Jam Gadang konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 Gulden ini, akhirnya menjadi landmark atau lambang dari kota Bukittinggi.
Ada keunikan dari angka-angka romawi pada Jam Gadang ini. Bila penulisan huruf romawi biasanya pada angka enam adalah VI, angka tujuh adalah VII dan angka delapan adalah VIII, maka pada angka empat adalah IIII. Entah mengapa angka empat tak dilambangkan dengan IV. Tidak disengaja atau agar bisa membedakan dengan angka enam yang berupa VI? Entahlah.
”Kabarnya ada korban saat pendirian jam ini. Angka empat yang dibuat dalam bentuk angka satu romawi yang berderet dimaksudkan untuk jumlah tumbal itu,” jelas Iben, seorang pemandu yang juga berdarah Sumatera Barat. Agak sumir juga keterangan itu, karena bukankah jam itu sudah dibuat dari negeri Paman Sam sana, sedangkan korban atau tumbal baru terjadi setelah pendirian Jam Gadangnya? Berbagai Sumber... [Pv]

Tidak ada komentar: