Museum yang menggambarkan sejarah bangsa Indonesia sekaligus kesenian wayang ini didirikan pada 23 Juli 1990 oleh Soedjono Prawirohadikusumo, seorang dokter spesialis kesehatan jiwa. Ia mempercayai bahwa kesenian wayang mampu mengantarkan seseorang memahami ilmu pengetahuan sekaligus tata krama serta menuju kedewasaan, dalam arti seseorang dapat mentransformasikan ilmunya pada generasi penerus.
Begitu memasuki halaman museum, anda sudah bisa memulai memutar rekaman sejarah Indonesia itu. Di pojok kiri depan museum, terdapat kompleks bangunan manusia purba yang menggambarkan asal muasal manusia Indonesia. Tak jauh darinya, terdapat kompleks Austronesia, menggambarkan masuknya peradaban baru ke Indonesia sehingga pertanian dan perdagangan menjadi maju, terutama berkat kedatangan orang-orang Cina.
Di bagian depan halaman museum, terdapat patung singa Borobudur, menandai masuknya peradaban Hindu Budha abad 1 - 7 dengan Candi Borobudur sebagai puncak keagungan kebudayaannya. Kompleks menara air dengan atap berbentuk candi terletak di bagian kanan belakang museum, menggambarkan kejayaan Majapahit yang berhasil mempersatukan hampir seluruh wilayah Indonesia saat ini, bahkan hingga wilayah Malaysia dan Thailand sekarang.
Simbol kemajuan peradaban Islam yang menjadi babak sejarah berikutnya di Indonesia setelah kejayaan Hindu Budha dilambangkan oleh Menara Kudus. Sementara, Kompleks Pancuran Bidadari yang berada di kiri tengah museum melambangkan pengaruh bangsa Belanda yang menjajah Indonesia selama 350 tahun. Kedua kompleks tersebut mencerminkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia pada abad 16.
Satu babak perkembangan kesenian wayang juga dibuatkan replikanya, berupa Gunungan Kartasura yang terletak di kiri belakang museum, menggamabarkan penyempurnaan cerita wayang pada abad 18 oleh pujangga Kraton Surakarta bernama Yododipuro dari Kakawin Ramayana menjadi Serat Ramayana. Kompleks Baleranu Mangkubumi, Patung Jepang dan patung Proklamasi melambangkan babak sejarah Indonesia sebelum kemerdekaan.
Memasuki ruangan museum yang terdiri dari 4 bagian, anda akan melihat koleksi beragam jenis wayang yang dimiliki Soedjono. Terdapat koleksi wayang yang usianya tertua, yaitu wayang purwa (pertama), yang dipentaskan sejak masa kerajaan Kediri. Ragam wayang purwa yang tersedia adalah jenis yang dibuat dari kulit kerbau dengan atau tanpa dilengkapi aksesoris. Ruang 1 dan 2 adalah tempat penyiompanan koleksi wayang itu.
Ruangan 3 menyimpan wayang jenis lain, misalnya Wayang Madya yang muncul pada jaman Kediri-Majapahit, menceritakan era pasca perang Bharatayudha. Sel;ain itu juga terdapat wayang gedhog yang memuat cerita Dewi Candrakirana, wayang klithik yang mengisahkan Damarwulan dan Minakjinggo, wayang Dupara yang menceritakan perjuangan Diponegoro dan Wayang Suluh yang bercerita tentang perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan.
Yang unik, museum ini juga memuat Wayang Kancil yang menceritakan si kancil yang mencuri mentimun, sebuah cerita wayang yang diadaptasi menjadi dongeng yang terkenal di kalangan orang tua dan anak. Terdapat pula beragam jenis Wayang Golek yang berasal dari Jawa Barat, juga patung beberapa tokoh pewayangan seperti Dewi Shinta dan Rahwana.
Di museum ini pula, anda bisa mencocokkan zodiak anda dengan tokoh-tokoh dalam pewayangan dan meramal perwatakan anda lewat poster seukuran A3 yang digantung, anda bisa membacanya dengan jelas. Ada pula poster lain yang menggambarkan strategi perang yang dipakai ketika Perang Barathayudha, baik oleh Pandawa maupun Kurawa, yang berhasil diterapkan untuk menakhlukkan lawan. Beberapa strateginya adaladalah strategi Sapit Urang dan Gajah.
Tak banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk mengunjungi museum ini, hanya Rp 3.000,00 per pengunjung dan biaya tambahan Rp 2.000,00 jika ingin memperoleh buku panduan. Sebelum berkeliling, anda akan disambut pemandu yang akan menerangkan sejarah dan bagian-bagian museum. Menjangkau museum ini pun cukup mudah, anda bisa memakai angkutan umum berupa bis jurusan Jogja-Wonosari atau menggunakan taksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar