Pengalaman Pertama Seorang Guru Naik Sepeda

Awalnya saya sedikit minder dengan orang-orang sekitar yg kebanyakan orang mengendarai sepeda motor. Memang, Riau daerah perantauan khususnya di Perawang. Berbeda waktu saya masih di Jogja, sepeda onthel masih banyak sampai saat ini. Sekitar tahun 1997-an, banyak pekerja Indah Kiat Pulp Paper (Perawang – Riau) memakai sepeda onthel. Pada waktu itu kendaraan sepeda motor di Perawang sangat jarang bahkan susah dijangkau. Setelah adanya perkembangan sepeda mulai ditinggalkan, tahun 2000 sepeda motor mulai banyak karena adanya kredit motor.
Waktu saya mengendarai sepeda melewati jalan raya dengan pakaian seragam dinas, orang terheran-heran dengan penampilan saya. Malah saya pernah diejek murid. Memang rasa malu, minder ada di dalam diri saya. Rasa itu tiba-tiba hilang sendiri, saya semakin percaya diri. Murid saya yang dulu mengejek, sekarang ikut latihan sepeda. Selain digunakan untuk bekerja, sepeda saya gunakan untuk berekreasi, refresing dan olah raga. Dengan sepeda, hidup menjadi lebih hidup. Selain itu, manfaat sepeda bagi seorang guru banyak sekali yang saya dapat.
Saya mengajak anak untuk belajar di luar dengan menggunakan sepeda. Murid saya ajak ke tepi sungai, tepi rawa atau tepi danau. Dari situ anak mempunyai pengalaman baru, anak lebih mudah menangkap suatu materi pembelajaran.

Sepeda digunakan untuk mencari media pembelajaran. Diwaktu yang kosong, sepeda saya gunakan untuk keliling ke tempat-tempat yang menarik atau tempat yang bisa diambil untuk media.
Selain itu juga, saya meluangkan waktu bersama murid. Saya mendirikan klub sepeda di sekolah, tujuannya untuk membimbing anak, melalih cara bersepeda yang baik dan benar. Kegiatan tersebut diadakan setiap Sabtu dan Minggu dan mendapat dukungan oleh kepala sekolah. Tidak hanya itu, saya juga mendirikan klub di Perawang bersama kawan-kawan di Perawang.

Fransiscus Xaverius Iskin Triyanto
Perawang, Riau
POLYGONERS